Minggu, 29 Mei 2016

Santri Jurumiyyah


Ada seorang santri muda, sebut saja namanya Solihun. Ia baru mondok satu tahun di sebuah pesantren, sebut saja pesantren As-sholihin. Ketika liburan tiba, Solihun pun pulang ke rumah dengan perasaan yang sumringah. Karena desanya masih terbilang awam dan terpencil sehingga seseorang yang dianggap mempunyai pemahaman yang dalam sangatlah segani.

Dan terbukti setelah ia sampai dirumah, salah seorang tetangganya mengajaknya untuk menghadiri tahlilan di salah satu rumah warga. Sebagai seorang santri ia pun menerima tawaran tersebut dengan perasaan sedikit bangga. Dan diakhir tahlilan...

“Cung,,, mangga pimpin doa, nanti doanya dikerasin yaa,, biar kedengeran sama yang lain” kata salah seorang tetangga kepada Sholihun

“Oh,,, jangan saya pak, saya sungkan” sangkal Sholihun

“Jangan sungkan-sungkan cung, walaupun masih muda kamu satu-satunya yang lebih paham agama, kacung kan santri,,, da santri mah udah biasa,,, gak apa-apa jangan sungkan-sungkan” ucap tetangga yang lain.

‘Haduh gimana ini saya gak hafal doanya, mana suruh dikerasin pula, kalo doanya pake bahasa Indonesia, gengsi lah kan saya santri” ucap solihun dalam hati, namun tiba-tiba ia ingat sesuatu,

‘Ahaaa,,,, saya kan hafal jurumiyah yaaa,, walaupun cuma bab kalam doang’ ucapnya lagi dalam hati’

“Mangga cung,,,” ucap seorang tetangganya lagi, dan dibalas anggukan oleh Sholihun.

Al-kalaamu huwa lafdzul murokkabul mufiidu bil wadh’i...”

Aamiin...”

Para tetangga pun mengamini hingga sholihun menutupnya dengan Al-fatihah. Setelah usai para tetangga menyalami dan memuji Sholihun hingga Sholihun merasa lega dan bangga, namun....

“cung,,,, hebaatt,,,, udah mondok berapa tahun ?”

“hehe,,, belum lama pak, baru satu tahun,” jawab Sholihun dengan tersipu

“waaahhh... hebat yaaa,,,baru mondok satu tahun aja, sudah hafal KITAB JURUMIYYAH


Penulis : Tanti Harianti Gama



Share:

Minggu, 22 Mei 2016

Perbedaan Budaya

Perbedaan Budaya


Indonesia adalah bangsa dengan beragam budaya dan suku yang dimilikinya. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan negara pemilik bahasa terbanyak nomor dua di dunia. Keberagaman suku, bahasa, ras, dan agama tersebar di penjuru negeri. Dari Sabang sampai Merauke. Dari Pulau Miangas hingga Pulau Rote. Berjuta keberanekaragaman budaya tertata dalam suatu persamaan hak dan kewajiban antar individu.


Namun, Bangsa Indonesia patut berprihatin. Berbagai macam pertikaian antar suku, agama, dan ras belakangan ini telah membuat resah masyarakat Indonesia. Sebut saja, kerusuhan antar warga Lampung dan Bali di desa Balinuraga, Provinsi Lampung beberapa waktu yang lalu. Lalu yang baru-baru ini adalah Penyerangan Umat Katholik di Sleman, Yogyakarta.


Menyadari akan semakin banyaknya pertikaian yang terjadi di lingkungan kita, seharusnya kita merasa berduka cita dengan kejadian tersebut. Hal ini yang menjadi dampak lunturnya nilai dan moral dari kelima pegangan negeri kita, yakni pancasila. Terutama sila ketiga, yaitu “Persatuan Indonesia”. Belakangan ini, Indonesia terpecah belah akibat lunturnya pengalaman yang terkandung dalam sila tersebut. Seakan diabaikan begitu saja.


Sadar sebagai hamba kepada Sang Pencipta-Nya yang telah diberikan tempat berpijak yang penuh dengan keindahan dan menganugerahkan begitu banyak macam budaya yang meramaikan negeri kita tercinta ini, Indonesia. Patutlah selayaknya mencintai budaya yang ada di negeri kita. Budaya dari ke-34 provinsi.


Memiliki budaya yang beragam dan berbeda bukan hanya untuk dibanggakan. Budaya yang beragam sudah menjadi tugas kita untuk melestarikannya. Walaupun keberanekaragaman budaya yang ada pada bangsa kita terdapat kekurangannya juga. Masyarakat cenderung bekerja dalam kelompok-kelompok, ras atau golongan tertentu. Padahal, suatu masalah akan lebih mudah jika dibicarakan dengan berserikat/berorganisasi. Kekurangan yang lain juga mendasar pada faktor dari luar, seperti negara-negara luar yang sering mengompori dan menjadi pelopor perpecahan di Indonesia. Seperti negara Malaysia yang pernah mencantumkan beberapa budaya Indonesia seperti beberapa budaya yang berasal dari Batak dan Melayu sebagai budaya mereka. Padahal, tindak yang mereka lakukan tidak salah. Karena, orang Batak dan Melayu terdapat juga di Malaysia. Lalu jangan lupakan, Pulau Papua yang hampir lepas karena pengaruh dari negara luar termasuk Amerika Serikat.


Keberanekaragaman seharusnya bukan diartikan sebagai perbedaan, melainkan sebagai “Kesatuan” sehingga keberanekaragaman diterjemahkan menjadi “Kesatuan Budaya” bukan “Perbedaan Budaya”. Tetapi, hal tersebut tidak akan terwujud jika kita masih memandang perbedaan budaya, agama dan ras sebagai batas/sekat untuk kita bersatu. Ingat dahulu, pada Pancasila Sila Pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya.”. Sila yang bercetak miring akhirnya dihapuskan oleh para perumus, karena dianggap akan membawa dampak yang buruk bagi kesatuan negara. Itulah salah satu bukti “nyata” pengorbanan demi negara bukan demi kelompok atau golongan. Hal itu dibuktikan pula dengan adanya 4 (empat) agama yang ada saat itu yakni Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Buddha. Sebelum masuknya agama Kong Hu Chu yang dibawa warga Tiongkok sebagai agama resmi ke 6 pada zaman pemerintahan Abdurrahman Wahid. Pengakuan oleh Presiden tersebut membuktikan sistem pemerintahan yang dianut oleh negara kita yaitu “Demokrasi”, dengan adanya Kebebasan Beragama.


Keberanekaragaman budaya Indonesia dapat kita manfaatkan sebagai ajang pemersatu bangsa. Pancasila adalah salah satu penyangga Indonesia dalam keberanekaragaman budaya tersebut. Namun nilai-nilai yang sudah tertanam sejak dulu kini mulai memudar seiring berkembangnya zaman. Berkembangnya budaya-budaya yang telah menyesuaikan.


Marilah kita sebagai generasi penerus bangsa, sepatutnya mampu mempertahankan budaya dan kerukunan dan persatuan negara. Jangan sampai nilai-nilai moral yang terdapat dalam Pancasila semakin lama akan semakin memudar dan menghilang. Budaya ada bukan untuk dibanggakan namun untuk dilestarikan. Jangan sampai budaya ketimuran yang cenderung konservatif akan berkembang menjadi budaya barat yang terlalu “liberal”. Marilah mulai dari sekarang, kita buka pikiran kita untuk menerima perbedaan itu dan setidaknya menghargainya. Karena budaya adalah kegiatan yang sudah dilakukan sejak jaman dahulu oleh nenek moyang. Artinya, budaya adalah warisan dunia bangsa Indonesia.


Mari bersama-sama kita lestarikan keberanekaragaman budaya Indonesia. Ingat jangan jadikan budaya sebagai perbedaan namun jadikan sebuah pemersatu. Langkah awal mari kita mulai dari diri terlebih dahulu, jika bukan kita yang melestarikannya? Siapa Lagi? Dan jika bukan sekarang, Kapan lagi? Indonesia bersatu karna kita bersatu.

Penulis : Rahmatia
Editor  : Aufa Hilman Furqon

                                                                                                            




Share:

Minggu, 15 Mei 2016

Generasi Bisu Menuju Generasi Aktif


Generasi Bisu Menuju Generasi Aktif

Guru mengajar, murid diajar. Guru mengetahui segalanya murid tidak tahu apa-apa, guru berpikir murid dipikir, guru ceramah murid mendengarkan, guru mengatur murid diatur, guru memilih dan melaksanakan pilihannya sedangkan murid hanya menuruti saja.

Dari pernyataan di atas, seakan-akan dalam pendidikan muridlah yang menjadi objek dan guru adalah subjeknya. Murid dianggap seperti benda mati, dapat dipindah ke sana ke mari. Itulah yang dikatakan Gaya Banking dalam mengajar. Menurut Paulo Freire, konsep pendidikan Gaya banking hanya menghasilkan budaya bisu yang berujung pada kebodohan dan ketertindasan. Karena murid kehilangan kemampuannya untuk mengemukakan pendapatnya dan juga kehilangan kesempatan untuk mengembangkan potensinya.

Banking dalam bahasa indonesia berarti menabung, jadi konsep Gaya banking adalah pendidikan layaknya proses menabung, dimana sang guru sebagai nasabahnya, sedangkan murid adalah pihak bank yang menerima tabungan ilmu  dari sang guru.  Guru menabung atau menyimpan sejumlah pengetahuan dengan cara menyampaikan suatu konsep dan kemudian siswa mengulanginya dengan patuh dan tunduk. Guru bisa mengambil hasil tabungan pengetahuannya ketika di akhir semester. Murid diharapkan bisa mengerjakan soal ujian sesuai dengan apa yang guru sampaikan.

Praktik pendidikan gaya banking menggunakan tujuan-tujuan pembelajaran yang sangan mekanistis dan kaku, sehingga hilanglah sisi humanistik dari pendidikan. Tidak memberi kesempatan kepada murid untuk berbicara mengemukakan pendapatnya, tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep pendidikan gaya banking ini merupakan praktik dehumanisasi, karena mengekang humanitas manusia dengan praktik pendidikan yang kaku dan monoton.

Pada zaman sekarang, banyak siswa atau bahkan mahasiswa yang telah terjangkit penyakit nekrofili. Nekrofili adalah gejala psikologis yang membuat si penderitanya tidak menyukai kemajuan, cara hidupnya mekanis, bergantung pada takdir, bukannya merancang kehidupan tetapi malah larut dalam kehidupan. Belajar bagi penderita nekrofili adalah menghafal, belajar bertujuan untuk menyelesaikan tes atau soal-soal ujian guna mencapai nilai yang tinggi. Padahalnya, output dari proses pendidikan yang real adalah kedewasaan. Dapat mengimplementasikan ilmu-ilmu yang didapatkan di kehidupannya.

Konsep pendidikan gaya banking yang menghasil generasi bisu, bodoh, dan fatalisme atau takluk terhadap takdir, dapat diberantas melalui gaya pendidikan yang transformatif. Transformatif adalah konsep pendidikan yang anti dehumanisasi. Memanusiakan manusia adalah misi dari konsep pendidikan transformatif. Memberi kesempatan murid untuk selalu mengemukakan pendapatnya, memberi kesempatan untuk terus mengembangkan potensinya.

PAKEM atau pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan juga dapat dilakukan untuk menanggulangi adanya praktik gaya banking pembentuk generasi bisu, bodoh, dan fatalisme. Seperti yang tercantum pada PP. No. 19 Tahun 2005 bahwa: “Pakem adalah proses pembelajaran yang harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, memberi ruang yang cukup bagi pengembangan prakarsa, kreativitas sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologis siswa.” (Hamid, 2010:87).

Jadi, seorang guru harus memiliki strategi pengajaran yang beraneka-ragam. Yang dapat menarik murid untuk selalu aktif di dalam kelas. Seperti permainan, kuis, praktek, penelitian dan lain sebagainya yang dapat disalurkan kepada murid ketika proses belajar mengajar berlangsung. Sehingga dengan begitu, aspek-aspek kepribadian seperti fisik, motorik, kognitif, afektif, bahasa, sosial, spiritual, dan moral anak akan terangsang oleh stimulus-stimulus positif yang diberikan oleh sang guru, sehingga berkembanglah aspek-aspek kepribadian tersebut.

Penulis : Dewi Indah Dahlia
Editor   : Zeed Hamdy Rukman



Share:

Sabtu, 14 Mei 2016

Pelaksanaan Tes Seleksi Online Mahasiswa PBSB di UPI

CSSMoRA UPI

Direktorat Pendidikan Diniyah Pondok Pesantren Kementrian Agama RI kali ini mengelar seleksi online bagi calon mahasiswa Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB ) tahun 2016 di berbagai wilayah. Khusus di wilayah Provinsi Jawa Barat, kegiatan ini bertempat diberbagai titik. Ada yang di kampus UPI, UIN Sunan Gunung Djati, dan IPB. 


Di kampus UPI sendiri berlangsung pada hari Sabtu dan Minggu (14-15/05/2016) yang bertempat  di Gedung DIREKTORAT TIK UPI Bandung. Adapun peserta yang mengikuti tes di kampus UPI berjumlah lebih dari 370 santri dari berbagai pesantren di Jawa Barat. 


Menegaskan kembali bahwasannya tes di kampus UPI kali ini hanya diberlakukan bagi pesantren yang berdomisili di provinsi Jawa Barat. Untuk teknis pelaksanaan tes, adalah dengan menggunakan sistem CBT (Computer Based Test. Ini merupakan teknis yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang masih menggunakan sistem manual. 


Selain itu, tes dilaksanakan dalam 2 sesi dalam sehari. Untuk sesi pertama dilaksanakan mulai pukul 07-00 hingga pukul 12-00 WIB, sedangkan sesi kedua akan di mulai lagi pada pukul 13-00 hingga pukul 18.00 WIB 


Dari tes ini, diharapkan peserta mampu mengerjakan soal dengan baik supaya bisa lolos dalam tes seleksi online mahasiswa Penerimaan Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) tahun 2016 ini.

Penulis : Dewi Indah Dahlia

Share:
Diberdayakan oleh Blogger.